BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
DISPEPSIA
A. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Dispepsia
merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi
III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a.
Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya
b.
Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
2. Etiologi
a.
Perubahan pola makan
b.
Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
c.
Alkohol dan nikotin rokok
d.
Stres
e.
Tumor atau kanker saluran pencernaan
3. Manifestasi Klinik
a.
nyeri
perut (abdominal discomfort)
b.
Rasa perih di ulu hati
c.
Mual, kadang-kadang sampai muntah
d.
Nafsu makan berkurang
e.
Rasa lekas kenyang
f.
Perut kembung
g.
Rasa panas di dada dan perut
h.
Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
4. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak
teratur
Intake berkurang
Lambung kosong
Peningkatan produksi HCL
Pengikisan dinding lambung
DISPEPSIA
Merangsang BPH Merangsang syaraf lambung
Saraf
Aferent Hipotalamus
Medula
spinalis nausea
Thalamus HCL mengiritasi
lambung
Kortek
serebi esofagus ketidaknyamanan di epigastrium
Saraf
eferent disfogia penurunan pembentukan ATP
NYERI anorexia kelelahan
Intoleransi
aktivitas ANSIETAS
PEMENUHAN NUTRISI
KURANG DARI KEBUTUHAN
5. Pencegahan
Pola
makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan
jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar
asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena
sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung.
6. Penatalaksanaan Medik
a.
Penatalaksanaan non farmakologis
1)
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2)
Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang
berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3)
Atur pola makan
b.
Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini
belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi
kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih
belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan
yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan
antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah
terjadinya muntah)
7. Test Diagnostik
Berbagai
macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom
dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit
disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan
jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan
lain-lain.
a.
Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan
penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan
lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas
normal.
b.
Radiologis
Pemeriksaan
radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan.
Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan
bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c.
Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan
definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau
sangat tidak spesifik.
d.
USG (ultrasonografi)
Merupakan
diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk
membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien
yang beratpun dapat dimanfaatkan
e.
Waktu Pengosongan Lambung
Dapat dilakukan
dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional
terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan
data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus yang berhubungan
dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual
kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung,
rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000, Hal. 488). Dispepsia merupakan kumpulan
keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut
bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas di
dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh,
cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya
(Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal. 26)
3.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri epigastrium
b.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
c.
Ansietas
4.
Rencana Keperawatan
Rencana
keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.
a.
Nyeri epigastrium
Tujuan
: Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri, dengan kriteria klien
melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)
2.
Berikan istirahat dengan posisi semifowler
3.
Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan kerja asam
lambung
4.
Anjurkan klien untuk tetap mengatur waktu makannya
5.
Observasi TTV tiap 24 jam
6.
Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi
7.
Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik
|
1.
Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan
2.
Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi telentang
3.
dapat menghilangkan nyeri akut/hebat dan menurunkan aktivitas peristaltik
4.
mencegah terjadinya perih pada ulu hati/epigastrium
5.
sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya
6.
Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol
7.
Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi
lain
|
b.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan
: Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan
individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat
2.
Timbang BB klien
3.
Berikan makanan sedikit tapi sering
4.
Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah
atau diare.
5.
Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.
6.
Monitor intake dan output secara periodik.
7. Catat
adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
|
1.
Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan
2.
Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat
3.
meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster
4.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat Berguna dalam
pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan
5.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.
6.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
7.
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
meningkatkan intake nutrisi.
|
c.
Ansietas
Tujuan
: Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan penurunan kecemasan,
dengan kriteria menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Kaji tingkat kecemasan
2.
Berikan dorongan dan berikan waktu untuk mengungkapkan pikiran dan dengarkan
semua keluhannya
3.
Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
4.
Berikan dorongan spiritual
|
1.
Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan oleh klien sehingga
memudahkan dlam tindakan selanjutnya
2.
Klien merasa ada yang memperhatikan sehingga klien merasa aman dalam segala
hal tundakan yang diberikan
3.
Klien memahami dan mengerti tentang prosedur sehingga mau bekejasama dalam
perawatannya.
4.
Bahwa segala tindakan yang diberikan untuk proses penyembuhan penyakitnya,
masih ada yang berkuasa menyembuhkannya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
|
5.
Evaluasi
Tahap
evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan apakah
masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji,
direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung
respon dalam keefektifan intervensi
DATAR
PUSTAKA
Brunner
& Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC
Inayah
Iin, 2004, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba
Medika.
Manjoer,
A, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran,
edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus
Suryono
Slamet, et al, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI
Doengoes.
E. M, et al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,
edisi 3 Jakarta, EGC
Price
& Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta,
EGC
Warpadji
Sarwono, et al, 1996, Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta, FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar