BAB I
LAPORAN
PENDAHULUAN
A.
Konsep Dasar
Medis
1.
Defenisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary
calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur
yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di
dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut
kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis
(Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk
yang terbentuk dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah
campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih
dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu
kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara
Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian
batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah Kedokteran Indonesia,
volum 57, 2007).
2.
Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik
dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein
dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna
namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara
itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap
berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka
kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.
3.
Patofisiologi
Pembentukan
batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang
karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah
yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu
dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga
tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.
Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai
inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam
empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan
batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi
kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan
membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat
saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang
lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu
pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi
normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya
enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan
karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi
yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
↓
Akibat berkurang atau tidak adanya
enzim glokuronil tranferase
↓
Presipitasi / pengendapan
↓
Berbentuk batu empedu
↓
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan
dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
4.
Manifestasi
klinik
a.
Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika
duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba
massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu
kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat
dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini
disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus
kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan
10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan
atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga
dada.
b.
Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
c.
Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi
pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat
yang disebut “Clay-colored”.
d.
Defisiensi Vitamin.
Obstruksi
aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak.
Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini
jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002).
e.
Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
5.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Radiologi
Pemeriksaan
USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan
karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat
digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan
USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan
hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami
dilatasi.
b.
Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi
digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi
oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan
kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta
mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice
karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang
mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
c.
Sonogram
Sonogram
dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah
menebal. (Williams 2003).
d.
ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan
ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat
pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik
yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi
percabangan bilier (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
e.
Pemeriksaan Laboratorium
1)
Kenaikan serum kolesterol
2)
Kenaikan fosfolipid
3)
Penurunan ester kolesterol
4)
Kenaikan protrombin serum time
5)
Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4
mg/dl)
6)
Penurunan urobilirubin
7)
Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal :
5000 - 10.000/iu)
8)
Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila
ada batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
6.
Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada
tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada
kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
a.
Penatalaksanaan Nonbedah
1)
Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang
lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang
lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer, SC
dan Bare, BG 2002). Manajemen terapi :
-
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
-
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
-
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
-
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
-
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti
koagulopati)
2)
Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang
lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholicseperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransfrasedan hiperkolesterolemia sedang
3)
Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain
melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter.
Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan
biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya
kembali batu kandung empedu.
4)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut
menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer & Bare, 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu.
Analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini.
5)
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke
dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah
berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita
yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita
batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
b.
Penatalaksanaan Bedah
1)
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang
paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.
2)
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun
1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi.
80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui
selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah
sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus
biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparoskopi.
B.
Konsep Dasar
Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas dan istirahat:
-
subyektif : kelemahan
-
Obyektif : kelelahan
b.
Sirkulasi :
-
Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
c.
Eliminasi
:
-
Subektif : Perubahan pada warna
urine dan feces
-
Obyektif : Distensi abdomen, teraba
massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
d.
Makan / minum (cairan)
Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
·
Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
·
Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
·
Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
·
Ada peristaltik,
kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
·
Kegemukan.
·
Kehilangan
berat badan (kurus).
e. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
-
Nyeri abdomen menjalar
ke punggung sampai ke bahu.
-
Nyeri apigastrium setelah makan.
-
Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba
otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda
marfin (+).
f. Respirasi
:
Obyektif :
Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
g.
Keamanan :
Obyektif :
demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan (
defisiensi Vit K ).
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri Akut
b.
Resiko Kekurangan Volume Cairan
c.
Ansietas
3.
Rencana Tindakan Keperawatan
No
|
Diagnosa
Keperawatan (NANDA)
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
1
|
Nyeri akut
|
Pain Level
Setelah dilakukan perawatan 1X24 Jam, nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria :
- Klien tenang, klien dapat
istirahat dengan tenang
- Skala nyeri 1-2
- Tanda vital normal
|
Pain Management
1. Observasi dan
catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang,
timbul atau kolik).
2. Tingkatkan tirah baring, biaran pasien melakukan posisi yang nyaman.
3. Berikan teknik relaksasi.
4. Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian obat anti nyeri.
|
1. Memberikan
informasi tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, komplikasi dan keefektifitan
intervensi.
2.
2. Posisi yang nyaman fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen.
3. Meningkatkan
istirahat dan memusatkan kembali perhatian, dapat menurunkan nyeri.
4. Membantu
dalam mengatasi nyeri.
|
2
|
Resiko kekurangan volume cairan
|
Fluid Balance
Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam, masalah
keseimbangan cairan adekuat dengan kriteria hasil :
Dibuktikan oleh tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit
baik, pengisian kapier baik, eliminasi urin normal.
|
Fluid Management
1. Monitor
pemasukan dan pengeluaran cairan.
2. Monitor
tanda vital, kaji mukosa membran,
tur-gor kulit.
3.kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian cairan IV, elektrolit.
|
1. Memberikan
informasi tentang status cairan / volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
cairan.
2. Protrombin
menurun dan terjadi waktu pembekuan lama ketika adanya ob struksi saluran
empedu. Meningkat pada resiko perdarahan.
3.
Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.
|
3
|
Ansietas
|
Anxiety control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24
jam masalah ansietas klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
-klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas berkurang atau hilang
-vital sign dalam batas normal.
|
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
1.Jelaskan
semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
2.Dorong
pasien untuk mengungkapkan perasaannya
3Anjurkan
keluarga untuk menemani pasien
|
1.Dengan memberikan penjelasan kepada klien
maka klien akan mengerti setiap tindakan yang akan dilakukan.
2. Komunikasi yang baik dapat mengurangi
perasaan cemas klien.
3. Keluarga adalah orng terpenting yang
dapat mengurangi rasa cemas klien
|
4.
Penatalaksanaan
Keperawatan
Pelaksanaan
keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan,
haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang
berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah
sakit.
5.
Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai
tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari
rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap
evaluasi ini akan difokuskan pada:
a. Apakah nyeri yang dirasakan pasien berkurang ?
b. Apakah resiko
kekurangan volume cairan pasien dapat teratasi?
c. Apakah ansietas klien
teratasi ?
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih
bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung
Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Price Sylvia Anderson (1997)
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter
Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC
Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita
Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku
Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
TERIMA KASIH NERS,, SANGAT MEMBANTU
BalasHapus