Sabtu, 20 Agustus 2016

Laporan Pendahuluan Kista Ovarium

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A.  KONSEP DASAR MEDIS
1.      Pengertian
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada ovarium yang membentuk seperti kantong.Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi. (Lowdermilk, dkk. 2005: 273)
Kista ovarium merupakan pembesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau korpusluteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium.(Smelzer and Bare. 2002: 1556)
Kista ovari adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam rongga ovarium.Kista tersebut disebut juga kista fungsional karana terbentuk setelah telur dilepaskan setelah ovulasi. Kista fungsional akan mengkerut dan menyusut seteleh beberapa waktu (setelah 1-3 bulan), hingga biasanya dokter juga mencurigai terbentuk kista menganjurkan penderita melekukan control kembali 3 bulan kemudian. Selama waktu menunggu tersebut, kadang-kadang dokter menganjurkan penderita agar minum pil KB agar tidak terjadi ovulasi.Demikian pula yang terjadi bila seorang perempuan sudah menopause, kista fungsional tidak terbentuk.Untuk menyakinkan apakah perempuan mengidap kista, dokter melekukan pemeriksaan sonogram.(Faisal Yatim,2008)
2.      Klasifikasi
Menurut etiologi, kista ovarium dibagi menjadi 2, yaitu :
Ø  Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon esterogen dan progresterone diantaranya adalah :
a.      Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang berkurang di dalam korteks
b.      Kista fungsional
1)   Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
2)   Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesterone setelah ovulasi.
3)   Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola hidatidosa.
4)   Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
Ø  Kista neoplasma
a.         Kistoma ovarii simpleks
Kistoma ovarii simplek, kista ini bertangkai dan dapat menyebabkan torsi ( putaran tangkai ). Diduga kista ini adalah sejenis kistadenoma serosum yang kehilangan kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista. Tindakanya adalah pengangkatan kista dengan reseksi ovarium.
b.         Kistodenoma ovarii musinoum
Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I elemen mengalahkan elemen yang lain
c.         Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium (Germinal ovarium)
d.        Kista Endrometreid
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid
e.         Kista dermoid
Tumor berasal dari sel telur melalui proses pathogenesis
3.      Etiologi
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan.Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol.
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan menjadi kista.
Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium.Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi.Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.
4.      Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium.Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak.
Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein.Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih.Kista folikel dan luteal, kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang tidak pecah atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali. Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak, sampai mencapai diameter 4-5 cm, sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis.



5.      Manifestasi Klinis
Letak tumor yang tersembunyi dalam rongga perut dan sangat berbahaya dapat menjadi besar tanpa disadari oleh penderita.Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit nyeri yang tidak berbahaya.Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar dan menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker ovarium.
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap atau perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala berikut mungkin muncul :
a.    Perasaan sebah
b.    Ras nyeri pada perut bagian bawah dan panggul
c.    Makan sedikit terasa cepat kenyang
d.   Sering kembung
e.    Nyeri sanggama
f.     Nafsu makan menurun
g.    Rasa penuh pada perut bagian bawah
h.    Gangguan miksi karena adanya tekanan pada kandung kemih dan juga tekanan pada dubur
i.      Gangguan menstruasi.Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali tumor itu sendiri mengeluarakan hormon seperti pada tumor sel granulosa yang dapat menyebabkan hipermenorrea.
j.      Akibat Pertumbuhan adalah dengan adanya tumor didalam perut bisa menyebabkan pembengkakan perut..Tekanan pada alat atau organ sekitar disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut.Misalnya sebuah kista yang tidak seberapa besar tetapi posisinya terletak didepan uterus sehingga dapat menekan kandung kencing dan menyebabkan gangguan miksi dan sedang kista besar yang terletak didalam rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berta pada perut.Selain gangguan miksi obstipasi dan oedema pada tungkai dapat terjadi
k.    Rasa mual dan ingin muntah

6.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium:
a.    Perdarahan ke dalam kista yang terjadi sedikit-sedikit, sehingga berangsur-angsur menyebabkan pembesaran kista, dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbulkan nyeri perut yang mendadak.
b.    Torsio. Putaran tangkai dapat terjadi pada ksta yang berukuran diameter 5 cm atau lebih. Putaran tangkai menyebabkan gangguan sirkulasi meskipun gangguan ini jarang bersifat total.
c.    Kista ovarium yang besar dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut dan dapat menekan vesica urinaria sehingga terjadi ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara sempurna.
d.   Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopouse sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvic menjadi penting
e.    Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi
f.     Peningkatan resiko pembentukan tumor – tumor dependen – estrogen di payudara dan endometrium
7.      Pemeriksaan Penunjang
a.    Radiologi
1)   USG
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi dari pada kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama sekali . Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekuensi antara 20-20.000 Cpd (cicles per detik = Hz). Masing-masing jaringan tubuh mempunyai impedence acustic tertentu. dalam jaringan yang heterogen akan ditimbulkan bermacam-macam echo, disebut anechoic atau echofree atau bebas echo. Suatu rongga berisi cairan bersifat anechoic, misalnya kista, asites, pembuluh darah besar, perikardial, atau pleural efusion. . Pada USG kista ovarium akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-kadang oval) dan terlihat sangat echolucent dengan dinding dinding yang tipis/tegas/licin, dan di tepi belakang kista nampak bayangan echo yang lebih putih dari dinding depannya. Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau multilokuler (bersepta-septa). Kadang-kadang terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus (internal echoes) di dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam kista.
2)   Transabdominal Sonogram
Transabdominal ultrasonography lebih baik dibandingkan endovaginal ultrasonography untuk mengevaluasi besarnya massa serta struktur intra abdominal lainnya, seperti ginjal, hati, dan asites. Syarat pemeriksaan transabdominal sonogram dilakukan dalam keadaan vesica urinaria terisi/penuh.
3)   Endovaginal Sonogram
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan/memperlihatkan secara detail struktur pelvis. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara endovaginal. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan vesica urinaria kosong.
4)   Kista Dermoid
Gambaran USG kista dermiod di bawah ini menunjukkan d di bawah ini menunjukkan komponen yang padat yang dikelilingi dengan kalsifikasi.
5)   Kista Endometriosis
Menunjukkan karakteristik yang difuse, low level echoes pada endometrium, yang memberikan gambaran yang padat.
6)   Polikistik Ovarium
Menunjukkan jumlah folikel perifer dan hiperechoid stroma.
b.    MRI
Gambaran MRI lebih jelas memperlihatkan jaringan halus dibandingkan dengan CT-scan, serta ketelitian dalam mengidentifikasi lemak dan produk darah. CT-Scan dapat pemberian petunjuk tentang organ asal dari massa yang ada. MRI tidak terlalu dibutuhkan dalam beberapa/banyak kasus.
USG dan MRI jauh lebih baik dalam mengidentifikasi kista ovarium dan massa/tumor pelvis dibandingkan dengan CT-Scan.
c.    Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu
d.   Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi dalam tumor.
e.    Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk
f.     Diagnosis Banding
Diagnosis pasti tidak dapat dilihat dari gejala-gejala saja. Karena banyak penyakit dengan gejala yang sama pada kista ovarium  adalah ;
1)   Inflamasi Pelvic (PID)
Pada pemeriksaan endovaginal sonogram, memperlihatkan secara relative pembesaran ovarium kiri (pada pasien dengan keluhan nyeri).
2)   Endometriosis     
Pada pemeriksaan endovaginal sonogram tampak karakteristik yang difus, echo yang rendah sehingga memberikan kesan yang padat.
3)   Kehamilan Ektopik
Pada pemeriksaan endovaginal sonogram memperlihatkan ring sign pada tuba, dengan dinding yang tebal disertai cairan yang bebas disekitarnya. Tidak ada pembuahan intrauterine.
4)   Kanker ovarium
Pada pemeriksaan transvaginal ultrasound di dapatkan dinding tebal dan ireguler.
8.      Penatalaksanaan
Adapun prinsip untuk menangani tumor ovarium:
a.    Operasi untuk mengambil tumor: Dapat menjadi besar dan kemungkinan degenerasi ganas.
b.    Saat  operasi dapat didahului dengan frozen section untuk kepastian ganas dan tindakan operasi lebih lanjut.
c.    Hasil operasi harus dilakukan pemeriksaan PA sehingga kepastian klasifikasi tumor dapat ditetapkan untuk menentukan terapi
d.   Operasi tumor ganas diharapkan debulking yaitu dengan pengambilan jaringan tumor sebanyak mungkinjaringan tumor sampai dalam batas aman diameter sekitar 2 cm. Setelah mendapatkan radiasi dan kemoterapi atau dilakukan terapi kedua untk mengambil sebanyak mungkin jaringan tumorKistoma ovarii diatas umur 45 thn sebaiknya dilakukan terapi profilaksis.
e.    Untuk penanganan tumor nonneoblastik diambil sikap wait and see. Jika wanita yang masih ingin hamil berovulais teratur tanpa gejala dan hasil USG menunjukkan kista yang berisis cairan maka dilakukan pemeriksaan tindakan menunggu dan melihat dan kista ini akn memnghilang 2-3 bulan kemudian . Penggunaanv pil kontrasepsi dapat digunakan untuk terpi kista fungsional
f.     Pembedahan dilakukan jika kista besar dan padat ,tumbuh atau tetap selama 2-3 bulan siklus haid maka dapat dihilangkan dengan pembedahan.Jika tumor besar atau ada komplikasi maka dilakukan pengangkatan ovarium disertai saluran tuba ( salpingo  ooferektomi ) dan dilakukan pengontrolan .Jika terdapat keganasan aka dilakukan histerektomi.







B.  KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.    Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan dan/ keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, misal : nyeri, ansietas, berkeringat malam
b.    Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada pada perengahan kerja
Tanda  : perubahan pada TD
c.    Integritas Ego
Gejala : faktor sterss (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress (misal : merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius/spritual), menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi
Tanda  : menyangkal, menarik diri, marah
d.   Eliminasi
Gejala : perubahan pada pola defekasi. Misal, nyeri pada defekasi, darah pada feses
Perubahan pada eliminasi urinarius. Miasal, nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria atau serin berkemih
Tanda :    perubahan pada bising usus, distensi abdomen

e.    Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk, ( misal; rendah serat tinggi lemak, aditif/bahan pengawet ) anoreksia, mual/muntah, intoleransi makanan, perubahan pada BB, penurunan BB yang hebet, kakeksia, berkurangnya massa otot
Tanda  :  perubahan pada kelembaban/turgor kulit, udema
f.     Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope
g.    Nyeri/kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misal,  ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
h.    Pernapasan
Gejala : merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan abses
i.      Keamanan
Gejala : pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda :    demam, ruam kulit, ulserasi
j.      Seksualitas
Gejala : masalah seksual, misal : dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan, nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun, multigravida, pasangan seks multupel, aktivitas seksual dini, herpes genital.
k.    Interaksi sosial
Gejala : ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan dirumah, dukungan atau bantuan), masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran.
l.      Penyuluhan/pembelajaran
Pertimbangan rencana pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat; 5,4 hari serta memerlukan bantuan sementara untuk transportasi, pemeliharaan rumah
2.      Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri akut berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada tumor
b.    Kecemasanberhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
c.    Perubahan eliminasi urinarius atau retensi urinarius berhubungan dengan  adanya  udema jaringan lokal dan paralisis saraf
d.   Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan  hipovolemia
3.      Intervensi Keperawatan
a.       Nyeri Akut berhubungan dengan putaran tangkai tumor/ infeksi pada tumor
Tujuan: Setelah diberi tindakan keperawatan ,nyeri berkurang sampai hilang sama sekali
Kriteria hasil : mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/terarasi, tampak santai
Intervensi :
1)   Kaji tingkat dan intensitas nyeri.
R :mengidentifikasi lingkup masalah
2)   Atur posisi senyaman mungkin
R : Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri
3)   Pantau TTV
R : respon autonomik meliputi perubahan pada TD, Nadi, dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan atau penghilangan nyeri. Abnormalitas TTV terus-menerua memerlukan evaluasi lebih lanjut
4)   Kaji insisi bedah, perhatikan edema, perhatikan kontur luka/inflamasi/mengeringya tepi luka
R : perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi
5)   Ajarkan dan lakukan tehnik relaksasi.
R : Merelaksasi otot – otot tubuh
6)   Kolabarasi untuk pemberian terapi analgesik.
R : menghilangkan rasa nyeri
b.      Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
Tujuan : Gangguan rasa nyaman cemas berkurang.
Kriteria hasil : klien bisa beristirahat
Intervensi :
1)   Kaji  dan pantau terus tingkat kecemasan klien.
R : mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan selanjutnya )
2)   Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan dengan penyakitnya.
R : Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien tahu tentang keadaan dirinya )
3)   Ajarkan teknik distraksi
R : teknik distraksi dengan mengalihkan perhatian pada hal-hal yang disukai dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4)   Bina hubungan yang terapeutik dengan klien.
R : Hubungan yang terapeutik dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
c.       Perubahan eliminasi urinarius atau retensi urinarius berhubungan dengan  adanya  udema jaringan lokal dan paralisis saraf
Tujuan : komplikasi tercegah atau  minimal serta pola eliminasi kembali kekeadaan normal
Kriteria hasil : mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas
Intervensi :
1)   Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran  urine
R : mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering dalam jumlah sedikit/kurang (<100ml)
2)   Palpasi kandung kemih
R : presepsi kandung kemih, distensi kandung kemih diatas simpisis pubis menunjukkan retensi urine
3)   Berikan tindakan berkemih rutin
R : meningkatkan relaksasi otot perineal dan dapat mempermudah upaya berkemih
4)   Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter
R : meningkatkan kebersihan menurunkan resiko ISK asenden
5)   Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan dan bau
R : retensi urine, drainase vaginal dan kemungkinan adanya kateter intermitten/tak menetap meningkatkan resiko infeksi, khususnya bila pasien mempunyai jahitan perineal
6)   Kolaborasi :
-       Berikan pemasangan kateter bila diindikasikan
R : edema dan pengaruh suplai saraf dapat menyebabkan atoni kandung kemih/retensi kandung kemih memerlukan dekompresi kandung kemih
-       Dekompresi kandung kemih dengan perlahan
R : bila jumlah besar urine terakumulasi, dekompresi kandung kemih sepat menghilangkan tekanan pembuluh pelvis meningkatkan penggumpulan vena
d.      Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan  hipovolemia
Tujuan : tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
Kriterii hasil : menunjukkan perfusi adekuat sesuai dengan bukti tanda vital stabil, nadi teraba, pengisian kapiler baik, mental biasa, keluaran urine adekuat secara individual dan bebas udema,
Intervensi :
1)      Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer dan perhatikan pengisian kapiler serta kaji keluaran/karakteristik urine. Evaluasi perubahan mental
R : indikator keadekuatan perfusi sistemik, kebutuhan cairan/darah dan terjadinya komplikasi
2)      Inspeksi balutan dan pembalut perineal, perhatikan warna, jumlah dan bau drainase. Timbang pembalut dan bandingkan dengan berat kering. Bila pasien mengalami perdarahan hebat
R : memperkirakan pembuluh darah besar untik sisi operasi dan/potensial perubahan mekanisme pembekuan
3)      Ubah posisi pasien dan dorong batuk sering dan latihan napas dalam
R : mencegah statis sekresi dan komplikasi pernapasan
4)      Hindari posisi fowler tinggi dan tekanan dibawah lutut atau menyilangkan kaki
R :  meninbulkan statis vena dengan meningkatkan kongesti pelvik dan pengumpalan darah dalam ekstremitas, potensial resiko pembentukan trombus
5)      Periksa tanda hormon, perhatikan eritema, pembengkakan ekstremitas atau keluhan nyeri dada tiba-tiba pada dispnea
R : mungkin indikasi terjadinya tromboflebitis/emboli paru
6)      Pakaiakan stoking antiemboli
R : membantu aliran balik vena, menurunkan statis dan resiko trombosis
7)      Kolaborasiberikan cairan IV, produk darah sesuai indikasi
R : menggantikan kehilangan darah dan mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi jaringan
4.      Evaluasi
a.    Pasien terbebas dari rasa nyeri
b.    Pasien terbebas dari rasa cemas dan dapat beristirahat
c.    Pola eliminasi pasien tidak mengalami gangguan
d.   Keadaaan pasien menunjukan perfusi yang adekuat sesuai dengan bukti tanda vital stabil, nadi teraba, pengisian kapiler baik, mental biasa, keluaran urine adekuat secara individual

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk.1999 Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Carpenito, Lynda Jual. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8.Jakarta: EGC
Doenges E. Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.
Hanifa, 1997. Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Lowdermil, Perta. 2005. Maternity Women’s Health Care. Seventh edit. Jakarta: EGC
Sardjadi. 1995.Patologi Ginekologi. Jakarta; EGC.
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal BedahJakarta: EGC.

Ignatavicius, D.D. dan M.V. Bayne. 1991. Medical Surgical Nursing A Nursing Process Approach. Vol 2. Philadelphia. W.B. Saunders Company.

1 komentar: