Sabtu, 20 Agustus 2016

Laporan Pendahuluan Cholelitiasis (Batu Empedu)

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A.    Konsep Dasar Medis
1.      Defenisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).
2.      Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.


3.      Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.  Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.  Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.




Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
Presipitasi / pengendapan
Berbentuk batu empedu
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi



4.      Manifestasi klinik
a.      Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
b.      Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
c.       Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay-colored”.
d.      Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002).
e.       Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
5.      Pemeriksaan Penunjang
a.      Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
b.      Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).

c.       Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal. (Williams 2003).
d.      ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
e.       Pemeriksaan Laboratorium
1)      Kenaikan serum kolesterol
2)      Kenaikan fosfolipid
3)      Penurunan ester kolesterol
4)      Kenaikan protrombin serum time
5)      Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6)      Penurunan urobilirubin
7)      Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8)      Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
6.      Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
a.    Penatalaksanaan Nonbedah
1)      Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer, SC dan Bare, BG 2002). Manajemen terapi :
-          Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
-          Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
-          Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
-          Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
-          Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
2)      Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholicseperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrasedan hiperkolesterolemia sedang
3)      Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
4)      Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer & Bare, 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
5)      Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
b.   Penatalaksanaan Bedah
1)      Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2)      Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi.

B.     Konsep Dasar Keperawatan
1.      Pengkajian
a.    Aktivitas dan istirahat:
-          subyektif : kelemahan
-          Obyektif  : kelelahan
b.    Sirkulasi :
-          Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
c.    Eliminasi :
-          Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
-          Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
d.   Makan / minum (cairan)
Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
·         Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
·         Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
·         Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
·         Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
·         Kegemukan.
·         Kehilangan berat badan (kurus).
e.    Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
-          Nyeri abdomen menjalar  ke punggung sampai ke bahu.
-          Nyeri apigastrium setelah makan.
-          Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.
Obyektif :Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
f.     Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
g.    Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).

2.      Diagnosa Keperawatan
a.      Nyeri Akut
b.      Resiko Kekurangan Volume Cairan
c.       Ansietas

3.      Rencana Tindakan Keperawatan
No
Diagnosa
Keperawatan (NANDA)
NOC
NIC
RASIONAL
1
Nyeri akut 
Pain Level
Setelah dilakukan perawatan 1X24 Jam, nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria :
- Klien tenang, klien dapat istirahat dengan tenang
- Skala nyeri 1-2
- Tanda vital normal

Pain Management
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang, timbul atau kolik).
2. Tingkatkan tirah baring, biaran pasien melakukan posisi yang nyaman.
3. Berikan teknik relaksasi.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat anti nyeri.

1.  Memberikan informasi tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, komplikasi dan keefektifitan intervensi.
2.     2. Posisi yang nyaman fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen.
3.  Meningkatkan istirahat dan memusatkan kembali perhatian, dapat menurunkan nyeri.
4.  Membantu dalam mengatasi nyeri.
2
Resiko kekurangan volume cairan
Fluid Balance
Setelah dilakukan perawatan 1x24 jam, masalah keseimbangan cairan adekuat dengan kriteria hasil :
Dibuktikan oleh tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapier baik, eliminasi urin normal.
Fluid Management
1. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan.
2. Monitor tanda vital,  kaji mukosa membran, tur-gor kulit.
3.kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan IV, elektrolit.

1. Memberikan informasi tentang status cairan / volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian cairan.
2. Protrombin menurun dan terjadi waktu pembekuan lama ketika adanya ob struksi saluran empedu. Meningkat pada resiko perdarahan.
3. Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.
3
Ansietas
Anxiety control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam masalah ansietas klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
-klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas berkurang atau hilang
-vital sign dalam batas normal.
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
1.Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
2.Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya
3Anjurkan keluarga untuk menemani pasien


1.Dengan memberikan penjelasan kepada klien maka klien akan mengerti setiap tindakan yang akan dilakukan.
2. Komunikasi yang baik dapat mengurangi perasaan cemas klien.
3. Keluarga adalah orng terpenting yang dapat mengurangi rasa cemas klien
4.      Penatalaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam melaksanakan keperawatan, haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas ketentuan rumah sakit.
5.      Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka pada tahap evaluasi ini akan difokuskan pada:
a.    Apakah  nyeri yang dirasakan pasien berkurang ?
b.    Apakah resiko kekurangan volume cairan pasien dapat teratasi?
c.    Apakah ansietas klien teratasi ?




DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC
Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Aesculapius

Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC

1 komentar: